5 Hewan Purba yang Masih Hidup – Hewan purba adalah hewan yang hidup pada masa lalu, kemudian mengalami kepunahan. Namun, tidak semua hewan purba mengalami kepunahan. Ada beberapa hewan purba yang masih bertahan, baik di laut dan di darat. Contoh hewan yang sudah punah adalah megalodon, dinosaurus, dan titanoboa. Hewan-hewan tersebut hidup di berbagai zaman dan ukurannya sangat besar.
Berbicara soal hewan purba, manusia ikut bertanggung jawab terhadap lingkungan. Hewan-hewan ini terancam punah karena populasi mereka semakin sedikit. Beberapa hewan yang mengalami kepunahan akibat perburuan manusia, penebangan pohon, kebakaran, dan slot dana kesulitan mencari makanan.
Manusia ikut mendorong beberapa hewan yang diprediksi mengalami kepunahan. Contoh hewan purba di Indonesia yang mengalami kepunahan, yaitu orang utan, bekantan, gajah sumatra, harimau sumatera, badak, banteng, dan masih banyak lagi.
Hewan Purba di Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan hewani yang menarik untuk diketahui. Ada berbagai spesies hewan purba yang ada di Indonesia. Hewan ini tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
1. Hewan Purba Komodo
Komodo atau lengkapnya biawak komodo (Varanus komodoensis) adalah spesies biawak besar yang terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat “ora”. Nama lain dari komodo adalah buaya darat, walaupun komodo bukanlah spesies buaya.
Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2–3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kilogram. Komodo merupakan pemangsa puncak di habitatnya karena sejauh ini tidak diketahui adanya hewan karnivor besar lain selain biawak ini di sebarang geografisnya.
Tubuhnya https://techie-marketer.com/bonus-new-member/ yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka menjadi salah satu hewan purba paling terkenal di dunia. Sekarang, habitat komodo yang sesungguhnya telah menyusut akibat aktivitas manusia, sehingga lembaga IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak komodo telah ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan habitatnya dijadikan taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, yang tujuannya didirikan untuk melindungi mereka.
2. Hewan Purba Buaya
Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya sepit (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut buaya aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Namun, ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk menyebut buaya, seperti misalnya buhaya (Sunda); buhaya (Banjar); baya atau bajul (Jawa); bicokok (Betawi), bekatak, atau buaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya jolong-jolong (Melayu), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan; buaya pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Dalam bahasa Inggris bonus new member buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di Sungai Nil, krokodilos; kata bentukan yang berakar dari kata kroko, yang berarti “batu kerikil”, dan deilos yang berarti “cacing” atau “orang”. Mereka menyebutnya “cacing bebatuan” karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.
3. Penyu
Penyu adalah kura-kura laut yang ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dhinosaurus. Pada masa itu, Archelon yang berukuran panjang badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa kini.
Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak 3.000 kilometer dapat ditempuh 58-73 hari.
Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2-8 tahun sekali. Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu betina menyukai pantai berpasir yang sepi dari manusia dan sumber bising dan cahaya sebagai tempat bertelur yang berjumlah ratusan itu, dalam lubang yang digali dengan sepasang tungkai belakangnya.
Pada saat mendarat untuk bertelur, gangguan berupa cahaya ataupun suara dapat membuat penyu mengurungkan niatnya dan kembali ke laut, juga penyu menggunakan magnetism bumi sebagai bantuan untuk kembali ke kampung halamannya ketika saat masih menjadi tukik, dan kembali saat sudah dewasa untuk bertelur.
Penyu yang menetas di perairan pantai Indonesia ada yang ditemukan di sekitar kepulauan Hawaii. Penyu diketahui tidak setia pada tempat kelahirannya. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan tukik (bayi penyu) yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan pemangsa alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut menyentuh perairan dalam.
4. Ikan Arwana
Arwana Asia (Scleropages formosus) atau Siluk Merah adalah salah satu spesies ikan air tawar dari Asia Tenggara. Ikan ini memiliki badan yang panjang; sirip dubur terletak jauh di belakang badan. Arwana Asia umumnya memiliki warna keperak-perakan. Arwana Asia juga disebut “Ikan Naga” karena sering dihubung-hubungkan dengan naga dari Mitologi Tionghoa.
Arwana Asia adalah spesies asli sungai-sungai di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Ada empat varietas warna yang terdapat di lokasi, yaitu hijau, ditemukan di Indonesia, Vietnam, Birma, Thailand, dan Malaysia; emas dengan ekor merah, ditemukan di Indonesia; emas, ditemukan di Malaysia; dan merah, ditemukan di Indonesia.
Arwana Asia terdaftar dalam daftar spesies langka yang berstatus “terancam punah” oleh IUCN tahun 2004. Jumlah spesies ini yang menurun dikarenakan seringnya diperdagangkan karena nilainya yang tinggi sebagai ikan akuarium, terutama oleh masyarakat Asia. Pengikut Feng Shui dapat membayar harga yang mahal untuk seekor ikan ini.
Arwana adalah ikan bertulang air tawar dari keluarga Osteoglossidae, juga dikenal sebagai bonytongues. Arwana sebenarnya termasuk jenis ikan purba yang hingga kini belum punah. Banyak nama yang melekat kepadanya, di antaranya ikan siluk, ikan kayangan, ikan kalikasi, dan ikan kelasa.
5. Tenggiling
Tenggiling atau trenggiling (juga disebut sebagai pemakan semut bersisik) adalah mamalia dari ordo Pholidota. Satu keluarga yang masih ada, Manidae, memiliki tiga genera, yaitu Manis yang terdiri atas empat spesies yang hidup di Asia, Phataginus yang terdiri atas dua spesies hidup di Afrika, dan Smutsia yang terdiri atas dua spesies juga tinggal di Afrika. Spesies ini berbagai ukuran dari 30 sentimeter hingga 100 sentimeter. Sejumlah spesies tenggiling punah juga diketahui. Nama pangolin berasal dari kata bahasa Melayu “pengguling”. Tenggiling ditemukan secara alami di daerah tropis di seluruh Afrika dan Asia.
Komentar Terbaru